loading...
7 Perkara yang Membatalkan Puasa – Sebagaimana hal yang telah kita
ketahui dari definisi puasa bahwa puasa adalah:
Menahan diri dari segala yang membatalkan
puasa dari mulai terbit fajar sampai terbenam matahari dengan berniat.
Oleh karena itu mulai dari terbit fajar
shadiq sebagai pertanda masuknya waktu shalat Subuh, seorang yang berpuasa
sudah harus menahan diri dari hal-hal yang membatalkannya sampai matahari
terbenam di penghujung siang. Jikalau tidak, berarti puasanya batal. Ini
berdasarkan firman Allah Swt.:
وَكُلُوا وَاشْرَبُوا حَتَّى يَتَبَيَّنَ
لَكُمْ الْخَيْطُ الأَبْيَضُ مِنْ الْخَيْطِ الأَسْوَدِ مِنْ الْفَجْرِ ثُمَّ
أَتِمُّوا الصِّيَامَ إِلَى اللَّيْلِ
… dan makan minumlah hingga terang bagimu
benang putih dari benang hitam, yaitu fajar. Kemudian sempurnakanlah puasa itu
sampai (datang) malam…
Maknanya diizinkan untuk mengkonsumsi
makan dan minum sampai terbit fajar dan tidak lagi diizinkan untuk makan dan
minum setelah itu sampai terbenam matahari.
Dan sunnah Rasul Saw.:
قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ :
" إِذَا أَقْبَلَ اللَّيْلُ مِنْ هَاهُنَا ، وَأَدْبَرَ النَّهَارُ مِنْ
هَاهُنَا ، وَغَرَبَتِ الشَّمْسُ فَقَدْ أَفْطَرَ الصَّائِمُ
“Rasul Saw. Bersabda; apabila malam sudah
datang dari arah sini (timur) dan malam beranjak dari arah sini, mataharipun
tenggelam, maka sudah masuk waktu untuk berbuka bagi orang-orang yang
berpuasa.”
Dalam tulisan ini, mari kita kupas hal-
hal yang membatalkan puasa:
1.
Makan dan minum.
Umat islam telah bersepakat (ijma`) bahwa
apabila ada orang yang makan dan minum dengan sengaja dan Ia mengetahui bahwa
perbuatan itu adalah haram, maka puasanya batal, karena menahan diri dari makan
dan minum adalah faktor esensi dari pelaksanaan ibadah puasa. Sedangkan
perbuatannya bertentangan dengan pelaksanaan puasa tanpa ada udzur. Seperti
yang dipaparkan di dalam Al Qur`an:
وَكُلُوا وَاشْرَبُوا حَتَّى يَتَبَيَّنَ
لَكُمْ الْخَيْطُ الأَبْيَضُ مِنْ الْخَيْطِ الأَسْوَدِ مِنْ الْفَجْرِ ثُمَّ
أَتِمُّوا الصِّيَامَ إِلَى اللَّيْلِ
… dan makan minumlah hingga terang bagimu
benang putih dari benang hitam, yaitu fajar. Kemudian sempurnakanlah puasa itu
sampai (datang) malam…
Jikalau seandainya ada sisa-sisa makanan
di sela-sela gigi, kemudian terkena air ludah tanpa bermaksud mengkonsumsi sisa-sisa
makanan yang ada, puasa tidak batal, dengan syarat apabila saat itu sulit untuk
memisahkan mana air ludah dan mana sisa-sisa makanan yang terkonsumsi. Ketika
itu diberikan dispensasi dan tidak dianggap menyengaja mengkonsumsinya.
Apabila ada yang makan dan minum karena
lupa (tanpa sengaja), maka puasanya tidak batal. Berdasarkan hadits dari Abi
Hurairah Ra.
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ
عَنْهُ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ إِذَا نَسِيَ
فَأَكَلَ وَشَرِبَ فَلْيُتِمَّ صَوْمَهُ فَإِنَّمَا أَطْعَمَهُ اللَّهُ وَسَقَاهُ
Dari Abu Hurairah Radliallahu ‘Anhu dari
Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda: “Jika seseorang lupa lalu dia makan
dan minum (ketika sedang berpuasa) maka hendaklah dia meneruskan puasanya
karena hal itu berarti Allah telah memberinya makan dan minum” (HR. Bukhari).
Seolah-olah Allah telah memberinya rizki
di bulan Ramadhan kepada orang yang berpuasa. Ini disebutkan secara redaksional
pada hadits yang diriwayatkan oleh Imam Tirmidzi.
2. Memasukkan sesuatu benda ke dalam
rongga tubuh melalui lobang yang terbuka.
Benda yang dimaksud adalah setiap benda
yang bisa ditangkap oleh indra manusia normal, besar ataupun kecil, meskipun
sesuatu yang biasanya tidak dimakan, seperti benang dan jarum.
Rongga yang dimaksud adalah: bagian otak
dan semua bagian organ tubuh yang berada setelah kerongkongan sampai kepada
lambung dan usus-usus. Beda halnya dengan sesuatu yang masuk ke dalam rongga
tidak melalui lobang yang terbuka, seperti melalui pori-pori, dll.
Lobang yang terbuka adalah: mulut, kedua
lobang hidung, kedua lobang telinga, qubul (kemaluan), dubur (anus), dll.
Syarat sesuatu yang dimasukkan itu bisa
membatalkan puasa adalah, apabila dimasukkan dengan sengaja, bukan karena
terpaksa/tidak bisa dihindari, seperti halnya debu atau lalat yang masuk tanpa
disadari.
Berdasarkan keterangan diatas, maka;
Jikalau ada yang memasukkan sesuatu dari
lobang-lobang yang terbuka dengan sengaja dan tanpa paksaan dari orang lain,
maka puasanya batal. Ia wajib mengganti (qadha`) puasa di hari lain di luar
bulan Ramadhan.
Jikalau ada yang mengkonsumsi sesuatu
melalui perantara lobang hidung, puasanya batal.
Jikalau ada yang meneteskan sesuatu
melalui telinga atau mengorek telinga, maka puasanya batal.
Jikalau ada yang memakai obat tetes mata,
puasanya tidak batal, meskipun ia merasakan adanya rasa pahit dan semisalnya di
dalam rongga. Karena tempat masuknya adalah mata, bukan lobang yang terbuka.
Jikalau ada yang diinjeksi (suntik) saat
berpuasa, puasanya tidak batal, karena suntik tidak dimasukkan pada lobang
terbuka, tapi di tempat yang memang tidak ada lobang yang menyalurkan ke dalam
rongga, yaitu kulit.
Air ludah selama masih berada di dalam
mulut meskipun tertelan kembali, tidak menyebabkan batal puasa. Karena hal
tersebut sulit untuk menghindarinya bagi setiap orang yang masih hidup. Tetapi
Jikalau air ludah sudah dikeluarkan dari mulut, kemudian ditelan kembali, maka
puasanya batal. Begitu juga ketika air ludah yang masih ada di dalam mulut
tetapi sudah bercampur dengan najis dan tertelan, seperti ada orang yang
gusinya berdarah dan ia tidak mencucinya atau meludahkannya, maka puasanya
batal.
Seseorang yang berwudhu` boleh untuk
berkumur-kumur dan memasukkan air ke hidungnya di siang hari, akan tetapi tidak
boleh sampai ke pangkal hidung, apalagi masuk ke dalam. Jikalau Ia memasukkan
air sampai ke pangkal hidung dan air masuk ke dalam atau berkumur-kumur
sehingga air masuk ke dalam kerongkongan, puasanya batal.
Jikalau ada orang yang menyuntikkan
sesuatu melalui dubur (anus), kadarnya sedikit atapun banyak, maka itu
membatalkan puasanya. Karena ia telah memasukkan suatu benda ke dalam lobang
yang terbuka dengan sengaja, meskipun zat yang dimasukkan tidak sampai ke usus
dan lambung.
Jikalau ada perempuan yang meneteskan
sesuatu ke dalam lobang air seni atau kemaluannya meskipun tidak sampai ke
kantong kemih, maka puasanya batal, karena Ia telah memasukkan suatu benda ke
dalam lobang yang terbuka dengan sengaja.Termasuk meskipun ia cuma memasukkan
jari tangan ke dalam lobang kemaluannya.
3. Muntah disengaja.
Jikalau seseorang memasukkan tangannya
atau memasukkan sesuatu ke dalam kerongkongannya yang menyebabkan ia merasa
mual dan muntah, maka puasanya batal.
Jikalau tidak disengaja, tapi ia tidak
sanggup menahan muntah; karena pusing, karena kecapean, karena bau yang tidak
menyenangkan, karena perjalanan, dll..maka puasanya tidak batal.
“Orang-orang yang tidak sanggup menahan
muntahan, maka ia tidak wajib mengqadha puasanya dan orang –orang yang sengaja
menyebabkant muntah, maka ia mesti mengqadha puasanya.”
Karena muntahan kalau sudah naik dari
lambung, maka ia akan turun naik di dalam rongga, atau ada bagian dari muntahan
yang kembali ke dalam lambung. Itu artinya ada benda yang masuk ke dalam rongga
melalui lobang yang terbuka.
Jikalaupun muntahan keluar semuanya tidak
ada lagi yang masuk kembali, maka puasanya tetap batal sebagaimana yang
dijelaskan oleh hadits.
4. Berhubungan badan suami-istri dengan
sengaja.
Berhubungan badan suami istri pada siang
hari membatalkan puasa, meskipun pergaulan itu tidak menyebabkan keluarnya
sperma. Kepada pasangan suami-istri dibolehkan melakukannya di malam hari,
tanpa berpengaruh terhadap puasa mereka selama dilakukan sampai sebelum terbit
fajar. Sebagaimana yang dijelaskan oleh ayat:
أُحِلَّ لَكُمْ لَيْلَةَ الصِّيَامِ
الرَّفَثُ إِلَى نِسَائِكُمْ
“Dihalalkan bagi kalian pada malam hari
berpuasa untuk bergaul dengan istri-istri kalian”.
Para ahli tafsir mengartikan kalimat
rafats di dalam ayat dengan jima` (pergaulan suami istri)
Di dalam ayat yang sama dijelaskan:
فَالْآَنَ بَاشِرُوهُنَّ
“Maka sekarang gaulilah mereka
(istri-istri kalian)”
Di dalam ayat yang sama juga dijelaskan:
ثُمَّ أَتِمُّوا الصِّيَامَ إِلَى اللَّيْلِ وَلَا
تُبَاشِرُوهُنَّ وَأَنْتُمْ عَاكِفُونَ فِي الْمَسَاجِدِ
“Kemudian sempurnakanlah puasa kalian
sampai malam dan jangan kalian gauli mereka di saat kalian sedang beri`tikaf
di masjid-masjid”
Mubasyarah bermakna: bergaul suami-istri.
Berdasarkan penjelasan ayat maka dipahami
bahwa bergaul suami-istri secara hubungan badan (seksual) membatalkan puasa.
Jikalau bermesraan dengan istri tidak pada kemaluan (hubungan seks) atau
sekedar mencumbui istri tapi menyebabkan keluar sperma, maka puasanya batal.
Tetapi jikalau tidak menyebabkan keluar sperma, maka puasa mereka tidak batal.
Adapun orang-orang-orang yang masih dalam
keadaan junub sampai masuknya waktu fajar; karena malam hari melakukan hubungan
suami-istri atau malamnya mimpi basah, maka puasa mereka tidak batal. Mereka
bisa mandi junub setelah fajar terbit dan menyempurnakan shaum mereka.
5. Istimna (berupaya mengeluarkan mani)
Yang dimaksud dengan istimna` adalah
perbuatan yang sengaja mengeluarkan sperma tanpa melakukan hubungan badan.
Seperti bercumbu, onani dengan tangan sendiri atau dengan tangan istri, atau
dengan sentuhan pada kemaluan. Semua perbuatan itu membatalkan, karena ada
upaya mengeluarkannya dengan sengaja.
Adapun jikalau sperma keluar bukan karena
keinginan, seperti karena mimpi, berfantasi sesuatu yang indah atau melihat
lawan jenis yang menarik, sehingga menyebabkan keluarnya sperma tanpa menyentuh
kemaluan, maka puasanya tidak batal. Karena Ia tidak berupaya mengeluarkan
sperma dengan sengaja secara langsung dari kemaluannya.
Adapun jikalau sekedar berciuman suami
istri di saat berpuasa, tidak menyebabkan batalnya puasa. Hanya saja makruh
hukumnya berciuman jikalau berciuman itu dapat membangkitkan syahwat, karena
akan dapat menyebabkan seseorang sulit mengendalikan diri dan bisa membatalkan
puasanya. Sebaiknya tidak melakukannya sama sekali di saat berpuasa.
كَانَ النَّبِيُّ - صلى الله عليه وسلم -
يُقَبِّلُ وَيُبَاشِرُ وَهُوَ صَائِمٌ وَكَانَ أَمْلَكَكُمْ لِإِرْبِهِ "
“Nabi Saw mencium dan bermesraan (bukan
pada kemaluan) dengan istri beliau di saat beliau sedang berpuasa dan beliau
adalah orang yang paling kuat mengendalikan syahwat”
6. Haid dan nifas.
Jikalau seorang perempuan dari pagi hari
dalam keadaan suci, kemudian di siang hari Ia mulai haid atau nifas, maka
puasanya langsung batal. Ketika itu Ia mesti langsung membatalkan puasanya,
karena Ia tidak lagi menjadi mukallaf untuk berpuasa. Dan ia justru berdosa
jikalau menahan diri dari hal-hal yang membatalkan puasa jikalau berniat
berpuasa. Karena diantara syarat sahnya puasa adalah bersih dari haid dan
nifas.
Puasa yang dibatalkannya tadi wajib
diqadha` (diganti) di luar bulan Ramadhan, sedangkan shalatnya selama masa haid
dan naifas tidak wajib di qadha`.
7. Hilang akal dan murtad (keluar dari
agama islam).
Apabila seseorang hilang akal, karena
gila, dll. atau keluar dari agama islam di siang hari, maka puasanya batal.
Karena mereka ketika itu tidak lagi dihitung sebagai ahli ibadah, tidak lagi
sah pelaksanaan ibadah dari mereka, termasuk puasa. Karena syarat orang-orang
yang dituntut untuk berpuasa adalah berakal dan beragama islam. Sedangkan kedua
syarat itu; berakal dan dalam keadaan islam tidak terpenuhi oleh seorang yang
gila dan seorang yang murtad.
Inilah hal-hal yang menyebabkan
membatalkan puasa, yang mesti dihindari oleh seorang yang sedang berpuasa.
loading...
Anda sedang membaca artikel tentang 7 Perkara yang Membatalkan Puasa dan anda bisa menemukan artikel ini dengan url http://al-syahbana.blogspot.com/2013/07/7-perkara-yang-membatalkan-puasa.html
0 comments:
Posting Komentar
Terima Kasih Atas Kunjungan Anda
• Gunakanlah bahasa yang sopan dalam berkomentar
• Dilarang melakukan SPAM
• Dilarang menggunakan link
• Dilarang promosi dalam kotak komentar (jika ingin memasang iklan silahkan hubungi kami)