loading...
Kisah
ini menceritakan tentang seorang tokoh sufi yang sangat terkenal. Beliau adalah
Imam Al-Ghazali yang dilahirkan di
kota Gazalah, di Iran utara. Jadi, nama tempat kelahirannya menjadi namanya
juga (ini kebiasaan bagi orang-orang Arab).
Nama
sebenarnya adalah Abu Hamid Muhammad bin Muhammad At-Tusi Al-Ghazali. Beliau
berasal dari keluarga yang sederhana. Ayahnya hanya seorang pemintal benang
tenun. Namun, ayahnya ingin sekali anaknya menjadi orang yang berilmu.
Sebelum
meninggal, ayahnya menitipkan Al-Ghazali dan saudaranya, Ahmad, kepada seorang
sahabatnya.
Kala
itu, sang ayah hanya meninggalkan warisan yang tidak seberapa. Oleh sahabat
ayahnya, Al-Ghazali dan Ahmad dimasukkan sekolah. Al-Ghazali menjadi anak yang
haus ilmu. Ia banyak belajar berbagai hal.
Ketika
Al-Ghazali menginjak usia remaja, sahabat ayahnya sudah tidak sanggup lagi
menyekolahkannya. "Abu Hamid, harta ayahmu yang dititipkan kepadaku telah
habis. Aku merasa tidak sanggup lagi untuk menyekolahkanmu. Oleh karena itu,
aku sarankan untuk mencari biaya pendidikan ke luar kota. Kudengar di Thus ada
seorang ulama kaya yang suka membantu orang-orang tidak mampu. Datanglah ke
sana.!"
Beruntunglah
ketika pindah ke kota Thus, Al-Ghazali mendapat bea siswa dari Ahmad bin
Muhammad Razkafi. Ulama inilah yang telah mengajarkan kepada Al-Ghazali tentang
cara membaca Al-Qur'an, hadits, dan fiqh.
Al-Ghazali sangat cepat menguasai pelajaran. Dalam waktu singkat ia telah fasih
membaca Al-Qur'an, hafal banyak hadits, dan tahu banyak tentang hukum islam.
Hal ini membuat Al-Ghazali semakin meneguhkan hatinya untuk belajar. Ia ingin
mengangkat derajatnya dengan ilmu pengetahuan.
Selesai
menamatkan pendidikan di kota Thus, Al-Ghazali meminta izin untuk melanjutkan
pendidikan yang lebih tinggi. Atas restu gurunya dan bantuan pemuka setempat,
Al-Ghazali bisa melanjutkan pendidikan ke kota jurjan. Ia belajar di sebuah
sekolah yang di pimpin oleh ulama besar bernama Abu Nasar ismaili. Disini, ia
belajar selama tiga tahun. Setelah itu, kembali ke kotanya.
Dalam
perjalanan pulang, Al-Ghazali mendapat pelajaran berharga. Keteguhan hatinya
untuk belajar ilmu agama diuji oleh Allah. Ketika pulang, ia dicegat gerombolan
perampok.
"Hai,
anak muda! Serahkan hartamu kalau mau selamat!" hardik seorang perampok.
"Aku
tidak memiliki apa pun selain pakaian dan buku-buku ini," ujar Al-Ghazali
dengan penuh iba.
Para
perampok itu menggeledah Al-Ghazali. Tapi, mereka tidak menemukan harta yang di
cari. Mereka pun menjadi sangat kesal. Kemudian memberantakkan buku-buku
catatan Al-Ghazali. Dengan penuh harap, Al-Ghazali memohon kepada mereka,
"Wahai tuan, tolong kembalikan buku-buku catatanku. Engkau boleh ambil
pakaian-pakaian milikku."
Perampok
itu tak menghiraukan permohonan Al-Ghazali. Salah seorang dari mereka malah
menyindirnya,"Untuk apa engkau belajar, kalau masih membutuhkan
catatan-catatan tak berguna ini!" Para perampok itu lalu membakar
buku-buku catatan milik Al-Ghazali.
Al-Ghazali
hampir menangis karena kesal melihat ulah para perampok itu. Namun, kata-kata
sindiran dari perampok terngiang-ngiang di telinganya.
Al-Ghazali
benar-benar terpukul oleh kejadian tersebut. Sejak itu, ia meneguhkan hatinya
untuk dapat menghafal seluruh catatannya. Selama tiga tahun ia kembali menghafal
segala sesuatu yang telah dipelajarinya. Oleh karena itu, ia tidak memerlukan
buku lagi. Subahanallah, karena kepintarannya, Al-Ghazali mampu menghafalkan
semua yang telah dipelajarinya.
Orang
yang telah teguh hatinya tidak akan mundur ketika ditimpa musibah. Setiap
musibah pasti mengandung hikmah. Ingatlah bahwa seseorang
yang sedang diuji dengan musibah, orang itu sedang diperhatikan oleh Allah.
Al-Ghazali
kemudian menjadi sarjana yang sangat ahli dalam berbagai bidang. Keharuman
namanya membuat ia diangkat menjadi guru besar hukum di Madrasah Nizamiyah di
Baghdad. Dengan keteguhan hatinya, Al-Ghazali dianggap menjadi pembela
kebenaran islam yang terbesar sehingga dijuluki Hujjatul Islam atau pembela
Islam. Ia telah menulis sebuah karya terbesar berjudul Ihya' Ulum ad-Din
(menghidupkan kembali ilmu agama). Kitab ini masih dibaca dan dipelajari orang
hingga kini. Ia memang terkenal sebagai penulis. Karyanya yang sudah dibukukan
berjumlah sekitar 228 buku mencakup berbagai bidang ilmu.
Pengaruh
Al-Ghazali sangat besar dalam Islam. Tidak heran jika ada yang mengatakan bahwa
ia adalah salah seorang tokoh terpenting setelah Nabi Muhammad Saw. Demikianlah
kisah keteguhan hati sang tokoh sufi. Ia merupakan salah satu tukoh Islam yang
banyak mengajarkan ilmu menata hati.
loading...
Anda sedang membaca artikel tentang Kisah Keteguhan Hati Imam Ghazali dan anda bisa menemukan artikel ini dengan url http://al-syahbana.blogspot.com/2013/02/kisah-keteguhan-hati-imam-ghazali.html
0 comments:
Posting Komentar
Terima Kasih Atas Kunjungan Anda
• Gunakanlah bahasa yang sopan dalam berkomentar
• Dilarang melakukan SPAM
• Dilarang menggunakan link
• Dilarang promosi dalam kotak komentar (jika ingin memasang iklan silahkan hubungi kami)