
“Bayimu
laki-laki!”
Aminah
tersenyum lega. Tetapi seketika ia teringat kepada mendiang suaminya, Abdullah
bin Abdul Muthalib, yang telah meninggal enam bulan sebelumnya. Ya, bayi yang
kemudian oleh kakeknya diberi nama Muhammad (Yang Terpuji) itu lahir dalam
keadaan yatim. Ayahnya meninggal di Yatsrib ketika beliau berusia tiga bulan
dalam kandungan ibundanya.
Kelahiran
yang yatim ini dituturkan dalam Al-Quran, “Bukankah Dia mendapatimu sebagai
seorang yatim, lalu Dia melindungimu?” — QS Adh-Dhuha (93): 6.
Aminah,
janda beranak satu itu, hidup miskin. Suaminya hanya meninggalkan sebuah rumah
dan seorang budak, Barakah Al-Habsyiyah (Ummu Aiman). Sementara sudah menjadi
kebiasaan bangsawan Arab waktu itu, bayi yang dilahirkan disusukan kepada
wanita lain. Khususnya kepada wanita dusun, supaya hidup di alam yang segar dan
mempelajari bahasa Arab yang baku.
Ada
hadits yang mengatakan, kebakuan bahasa warga Arab yang dusun lebih terjaga.
Menunggu jasa wanita yang menyusui, Aminah menyusui sendiri Muhammad kecil
selama tiga hari. Lalu dilanjutkan oleh Tsuwaibah, budak Abu Lahab, paman Nabi
Muhammad, yang langsung dimerdekakan karena menyampaikan kabar gembira atas
kelahiran Nabi, sebagai ungkapan rasa senang Abu Lahab.
Air Susu
yang Melimpah
Beberapa
hari kemudian, datanglah kafilah dari dusun Bani Sa’ad, dusun yang jauh dari
kota Makkah. Mereka menaiki unta dan keledai. Di antara mereka ada sepasang
suami-istri, Harits bin Abdul Uzza dan Halimah As-Sa’diyah. Harits menaiki unta
betina tua renta dan Halimah menaiki keledai yang kurus kering. Keduanya sudah
memacu kendaraannya melaju, tetapi tetap saja tertinggal dari teman-temannya.
Halimah
dan wanita lainnya yang datang ke Makkah sedang mencari kerja memberi jasa
menyusui bayi bangsawan Arab yang kaya. Sebagaimana dalam kehidupan modern,
baby sitter akan mendapatkan bayaran yang tinggi bila dapat mengasuh bayi dari
keluarga kaya.
Sampai
di kota Makkah, Halimah menjadi cemas, sebab beberapa wanita Bani Sa’ad yang
tiba lebih dulu sedang ancang-ancang mudik karena sudah berhasil membawa bayi
asuh mereka.
Setelah
ia ke sana-kemari, akhirnya ada juga seorang ibu, yaitu Aminah, yang menawarkan
bayinya untuk disusui. Namun ketika mengetahui keadaan ibu muda yang miskin
itu, Halimah langsung menampik.
Dia
dan suaminya berkeliling kota Makkah, tetapi tidak ada satu pun ibu yang
menyerahkan bayinya kepadanya untuk disusui. Ya, bagaimana mereka percaya,
seorang ibu kurus yang naik keledai kurus pula akan mengasuh dengan baik bayi
mereka?
Hampir
saja Halimah putus asa, ditambah lagi suaminya sudah mengajaknya pulang meski
tidak membawa bayi asuh. Namun, ia berkata kepada suaminya, “Aku tidak ingin
pulang dengan tangan kosong. Alangkah baiknya kalau kita mau mengambil anak
yatim itu sambil berniat menolong.”
“Baiklah,
kita bawa saja anak yatim itu, semoga Allah memberkahi kehidupan kita,” ujar
suaminya. Setelah ada kesepakatan tentang harga upah menyusui, Muhammad kecil
diberikan kepada Halimah. Wanita kurus kering itu pun mencoba memberikan puting
susunya kepada bayi mungil tersebut.
loading...
Subhanallah!
Kantung susunya membesar, dan kemudian air susu mengalir deras, sehingga sang
bayi mengisapnya hingga kenyang. Dia heran, selama ini susunya sendiri sering
kurang untuk diberikan kepada bayi kandungnya sendiri, tetapi sekarang kok
justru berlimpah, sehingga cukup untuk diberikan kepada bayi kandung dan bayi
asuhnya?
Berbarengan
dengan keanehan yang dialami Halimah, suaminya juga dibuat heran, tak habis
pikir, mengapa unta betina tua renta itu pun tiba-tiba kantung susunya
membesar, penuh air susu.
Halimah
turun dari. keledainya, dan terus memerah susu itu. Dia dan suaminya sudah
dalam keadaan lapar dan dahaga. Mereka meminumnya sehingga kenyang dan puas.
Semua keajaiban itu membuat mereka yakin, “Anak yatim ini benar-benar membawa
berkah yang tak terduga.”
Halimah
menaiki dan memacu keledainya. Ajaib! Keledai itu berhasil menyalip kendaraan
temannya yang mudik lebih dulu.
“Halimah!
Halimah! Alangkah gesit keledaimu. Bagaimana ia mampu melewati gurun pasir
dengan cepat sekali, sedangkan waktu berangkat ke Makkah ia amat lamban,”
temannya berseru. Halimah sendiri bingung, dan tidak bisa memberikan jawaban
kepada teman-temannya.
Sampai
di rumah pun, anak-anaknya senang, sebab orangtua mereka pulang lebih awal dari
orang sekampungnya. Apalagi kemudian ayah mereka membawa air susu cukup banyak,
yang tiada lain air susu unta tua renta yang kurus kering itu.
Dalam
sekejap, kehidupan rumah tangga Halimah berubah total. Dan itu menjadi buah
bibir di kampungnya. Mereka melihat, keluarga yang tadinya miskin tersebut
hidup penuh kedamaian, kegembiraan, dan serba kecukupan.
Domba-domba
yang mereka pelihara menjadi gemuk dan semakin banyak air susunya, walaupun
rumput di daerah mereka tetap gersang. Keajaiban lagi!
Peternakan
domba milik Halimah berkembang pesat, sementara domba-domba milik tetangga
mereka tetap saja kurus kering. Padahal rumput yang dimakan sama. Karena
itulah, mereka menyuruh anak-anak menggembalakan domba-domba mereka di dekat
domba-domba milik Halimah. Namun hasilnya tetap saja sama, domba para tetangga
itu
tetap kurus kering.
Pembelahan
Dada
Muhammad
kecil disusui Halimah sekitar dua tahun. Oleh Halimah, bayi itu dikembalikan
kepada ibunya, Aminah. Namun ibunya mengharapkan agar Muhammad tetap ikut
dirinya, sebab ia khawatir bayi yang sehat dan montok tersebut menjadi
terganggu kesehatannya jika hidup di Makkah, yang kering dan kotor.
Maka
Muhammad kecil pun dibawa kembali oleh Halimah ke dusun Bani Sa’ad. Bayi itu
menjadi balita, dan telah mampu mengikuti saudara-saudaranya menggembala domba.
Ingat, hampir semua nabi pernah menjadi penggembala. Muhammad saat itu sudah
berusia empat tahun dan dapat berlari-lari lepas di padang rumput gurun pasir.
la, bersama Abdullah, anak kandung Halimah, menggembala domba-domba mereka agak
jauh dari rumah.
Di
siang hari yang terik itu, tiba-tiba datanglah dua orang lelaki berpakaian
putih. Mereka membawa Muhammad, yang sedang sendirian, ke tempat yang agak jauh
dari tempat penggembalaan. Abdullah pada waktu itu sedang pulang, mengambil
bekal untuk dimakan bersama-sama dengan Muhammad, di tempat menggembala, karena
mereka lupa membawa bekal.
Ketika
Abdullah kembali, Muhammad sudah tidak ada. Seketika itu juga ia menangis dan
berteriak-teriak minta tolong sambil berlari pulang ke rumahnya. Halimah dan
suaminya pun segera keluar dari rumahnya. Dengan tergopoh-gopoh mereka mencari
Muhammad kesana-kemari. Beberapa saat kemudian, mereka mendapatinya sedang
duduk termenung seorang diri di pinggir dusun tersebut.
Halimah
langsung bertanya kepada Muhammad, “Mengapa engkau sampai berada di sini
seorang diri?” Muhammad pun bercerita. “Mula-mula ada dua orang lelaki
berpakaian serba putih datang mendekatiku. Salah seorang berkata kepada
kawannya, ‘Inilah anaknya.’
Kawannya
menyahut, `Ya, inilah dia!’ Sesudah itu, mereka membawaku ke sini. Di sini aku
dibaringkan, dan salah seorang di antara mereka memegang tubuhku dengan
kuatnya. Dadaku dibedahnya dengan pisau. Setelah itu, mereka mengambil suatu
benda hitam dari dalam dadaku dan benda itu lalu dibuang. Aku tidak tahu apakah
benda itu dan ke mana mereka membuangnya.
Setelah
selesai, mereka pergi dengan segera. Aku pun tidak mengetahui ke mana mereka
pergi, dan aku ditinggalkan di sini seorang diri.” Setelah kejadian itu, timbul
kecemasan pada diri Halimah dan suaminya, kalau-kalau terjadi sesuatu terhadap
si kecil Muhammad. Karena itulah, keduanya menyerahkan dia kembali kepada
Ibunda Amina. [infokito]
loading...
Anda sedang membaca artikel tentang Keajaiban Nabi Muhammad Ketika Kecil dan anda bisa menemukan artikel ini dengan url http://al-syahbana.blogspot.com/2013/04/keajaiban-nabi-muhammad-ketika-kecil.html
0 comments:
Posting Komentar
Terima Kasih Atas Kunjungan Anda
• Gunakanlah bahasa yang sopan dalam berkomentar
• Dilarang melakukan SPAM
• Dilarang menggunakan link
• Dilarang promosi dalam kotak komentar (jika ingin memasang iklan silahkan hubungi kami)